Mako Tabuni |
KNPBnews – Hari ini, satu tahun yang lalu, tokoh
gerakan perlawanan sipil Papua Merdeka, Mako Tabuni dibunuh Penguasa
Indonesia melalui kepolisian dan Densus 88 tepat di putaran Perumnas 3,
Waena, Jayapura, West Papua.
Ya, masih segar dalam ingatan kita, pagi itu pukul 8.00, 14 Juni, di
muka umum, dan secara terang terangan, secara membabi buta Mako
diberondong dengan gempuran peluruh anggota Polda Papua dan Densus 88
yang berpakean preman atas perintah Kapolda Papua, Irjen Pol Bigman L
Tobing dan Wakapolda Papua Paulus Waterpau.
Mako yang jatuh terkapar peluru diangkat Polisi dalam kondisi hidup
hingga ke di Rumah Sakit milik Kepolisian Bhayangkara Kota Raja. Menurut
saksi mata di RS Bhayangkara melalui wawancara di TV ABC Australia,
Mako dibawa keluar oleh anggota Densus 88 berpakaian preman dengan satu
mobil dari RS Bhayangkara dalam kondisi hidup dan memberondong Mako di
dahinya hingga tewas lalu mayat diantar kembali ke RS Bhayangkara.
Pihak Polda Papua, dibantu wartawan lokal dan nasional Indonesia
merekayasa kronologis penembakan Mako Tabuni. Mereka beramai-ramai
mengabarkan bahwa Mako ditembak karena hendak melawan Aparat. Mako juga
dikatakan hendak melarikan diri. Ada juga versi lain bahwa Mako hendak
rampas senjata milik Aparat, dan ada juga media kabarkan bahwa Mako
hendak keluarkan pistol untuk tembak Polisi. Semua pernyataan rekayasa
dari Polisi itu, seakan-akan dibenarkan oleh media cetak dan elektronik
bayaran, kecuali Jubi yang saat itu merilis wawancara saksi kunci di
lapangan kejadian.
Mako yang bernama asli Musa Tabuni adalah Wakil Ketua KNPB. Dirinya
menjadi tumbal dari skenario kekacauan yang dibuat penguasa Indonesia
melalui jajaran kepolisian Polda Papua, dimana Paulus Waterpau yang saat
itu sedang ambisi untuk menjadi Kapolda Papua, juga Jakarta yang hendak
mengelola isu teroris agar kemudian Tito Karnavian, mantan kepala
Densus 88 itu dapat menduduki Kapolda Papua.
Mako Tabuni adalah pemimpin, juga pekerja perjuangan Papua Merdeka. Menurut Victor Yeimo, sesuai pemberitaan TV ABC Australia Mako
adalah martir revolusi Papua Merdeka. Ia adalah sosok yang bernyali
singa. Ia sosok sederhana yang sejak 2008 bergabung bersama Buchtar
Tabuni dan Victor Yeimo membentuk KNPB sebagai media perjuangan damai
rakyat sipil Papua Barat.
Mengorganisir masa untuk demo, berbicara lantang dan tegas di media
masa, dan orasi-orasi politik membakar semangat juang adalah
pekerjaannya. Seperti halnya Buchtar, Victor dan aktivis KNPB lainnya,
Mako semasa perjuangannya menjalani kehidupan di Penjara, dikejar,
diteror dan diintimidasi penguasa kolonial Indonesia.
Bagi Indonesia, Mako Tabuni dan KNPB menjadi ancaman serius negara.
Dan tidak ada cara lain selain mengatur pembunuhan dengan cara skenario
kekerasan yang menjadikan Mako sebagai tumbal kejahatan. Benar apa yang
diungkapkan Gustaf Kawer yang baru-baru ini dianugerahi penghargaan
Pengacara dari Belanda bahwa Pembunuhan Mako membuktikan Polisi tidak
mampu membuka kejahatan di pengadilan, “Bila Mako salah kenapa harus
ditembak mati? Harusnya ditangkap agar dibuktikan di pengadilan. Inikan
negara hukum, masa seseorang belum dibuktikan melanggar hukum tapi sudah
langsung bunuh” kata Gustaf.
Setahun telah berlalu, dan almarhum Mako masih harum bagi rakyat
Papua Barat. Mungkin benar bahwa inilah realita dalam kungkungan
kolonial, bahwa tidak pernah ada penghormatan terhadap kemanusiaan,
apalagi keadilan bagi aktivis kemerdekaan bangsa Papua. Mungkin benar
apa yang selalu diingatkan Buchtar Tabuni bahwa “itulah penjajah, dan
memang penjajah harus seperti itu untuk tetap menjajah, kita harus
lawan”, kata Buchtar.
Setahun sudah Mako tak lagi bersama keluarga besar KNPB, dan
perjuangannya terus hidup dan tidak terkubur di pekuburan Sereh,
Sentani. Semangat Mako terus ada seperti bendera “LAWAN” milik KNPB yang
terus berkibar diatas pusara makam alm. Mako Tabuni. Mako akan dikenang
terus dalam sejarah perjuangan bangsa Papua.
“Selamat beristirahat
dalam damai kawanku, kami akan merindukanmu selalu sepanjang masa”,
demikian ungkapan perpisahan dari teman-teman seperjuanganya saat Ia
dikuburkan pada 16 Juni 2012, dalam upacara pemakaman yang dipimpin Pdt.
Dr. Benny Giay.