Benny Wenda di Amerika Serikat ketika bertemu dengan Mkhuseli 'Khusta' Jack, mantan pemimpin Gerakan Anti Apartheid di Afrika Selatan. Fto: freewestpapua.org |
HolandNws,-- Salah
satu pemenang The Lawson Award tahun ini, Mkhuseli Khusta Jack, ahli strategi yang memimpin boikot konsumen di Afrika Selatan selama hari-hari
tergelap apartheid,
mendedikasikan penghargaannya untuk rakyat Papua. Para penerima penghargaan adalah pemimpin gerakan untuk perlindungan lingkungan, Pembela masyarakat adat, hak politik, dan akhir penindasan rasial.
The Lawson Awards diberikan setiap tahun oleh Pusat
Internasional Konflik tanpa kekerasan di The Fletcher School untuk Hukum dan Diplomasi di Tufts University di Fletcher Summer Institute. Hal ini diberikan kepada praktisi,
akademisi dan wartawan yang bekerja berfungsi sebagai model untuk bagaimana
perubahan tanpa kekerasan dapat dikembangkan, dipahami dan dijelaskan.
"Saya mendedikasikan penghargaan ini,
yang diajukan
dalam hati saya, bagi rakyat Papua Barat," kata Mkhuseli Jack, pemimpin
anti Apartheid Afrika Selatan, yang menerima penghargaan The Lawson Awards tahun ini.
"Orang-orang di sekeliling dunia harus mengubah
lensa mereka untuk pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di
Papua Barat.
Mereka harus mendengar jeritan rakyat Papua Barat untuk
menentukan nasib sendiri," lanjut Mkhuseli Jack dalam pidato penerimaannya, seperti dilansir
freewestpapua.org.
Jack
juga menambahkan, "Di hari ini dan usia tidak ada ruang
untuk segala bentuk penjajahan atau perambahan pada orang. Diskriminasi ini
bahkan lebih buruk ketika itu didasarkan pada rasisme."
Ia
juga berpesan kepada Benny Wenda, pemimpin Papua merdeka yang hadir dalam acara
penyerahan penghargaan agar terus berjuang hak rakyat Papua Barat.
"Anda harus terus memperjuangkan hak anda. Anda akan bebas, itu
hanya masalah waktu," tutur Jack berpesan.
Salahsatu penerima penghargaan, Rev James Lawson, aktivis
Amerika yang pernah menghabiskan tiga tahun sebagai
misionaris metodis di India itu memberikan saran kepada Papua Barat,
bahwa Kunci untuk setiap perjuangan perlawanan sipil yang
sukses adalah disiplin sengit, perencanaan dan strategi yang ketat.
"kekuatan hidup anda yang membuat anda kuat adalah
kekuatan Allah, kekuatan kebenaran. Jadilah
kuat. Jadilah berani. Mengorganisir perjuangan. Anda berada di
sisi sejarah dan kebenaran," kata Lewson.
Usai menerima penghargaan,
Rev Lewson menghabiskan waktu berbicara dengan Benny
Wenda tentang perjuangan rakyat Papua Barat untuk kebebasan.
Wenda mengaku, bertemu Rev Lawson dan Mkuseli Jack adalah mimpi yang menjadi kenyataan.
"Perjuangan hak-hak sipil di Amerika Serikat dan
perjuangan anti-apartheid di Afrika Selatan adalah mercu suar harapan bagi saya
dan orang-orang saya," ujar Wenda. "Saya tahu bahwa suatu hari kami (Papua Barat)
akan bebas."
Selain Mkuseli Jack, tiga pemenang lain yang menerima
penghargaan dari Lawson Award untuk prestasi dalam praktek penyelesaian konflik tanpa kekerasan adalah Evgenia Chirikova, wanita muda Rusia yang ikut
mendirikan organisasi membela hutan Khimki, telah berjuang kampanye dalam waktu panjang dan
selama sepuluh tahun terakhir sukse untuk mencegah penghancuran
hutan purba dekat Moskow.
Juga Oscar Olivera, salah satu pemimpin utama kampanye di
Cochabamba, Bolivia pada tahun 1990 yang mencegah privatisasi sumber daya air
dan membantu memicu partisipasi rakyat yang luas dalam transisi demokrasi
Bolivia di tahun-tahun berikutnya.
Dan yang ketiga, Jenni Williams, co-pendiri Wanita Zimbabwe Bangkit, yang
menerjang 52 penangkapan dan jailings karena protes yang berkelanjutan untuk
hak-hak politik yang tulus untuk semua orang dari negaranya.
Untuk diketahui, Mkhuseli Jack adalah pemimpin UDF: United Democratic Front (Front Persatuan Demokrasi), sebuah koalisi lebih dari 500 kelompok perlawanan
berbasis sipil selaras dengan Kongres Nasional Afrika.
Mkuseli Jack menunjukkan
bagaimana biaya apartheid bisa ditransfer dari masyarakat kulit hitam kepada masyarakat bisnis komersial yang mendukung dan
sebagian
tergantung pada pendapatan pemerintah.
Strategi ini menarik daya beli masyarakat bahwa disamping
pemogokan oleh para pekerja kulit hitam dan sanksi eksternal oleh pemerintah asing,
menciptakan konteks untuk negosiasi antara Mandela dan Presiden FW de Klerk
yang akhirnya membawa apartheid runtuh.
Translate By. Majalah Selangkah