“Dana otsus adalah untuk mempercepat pemenuhan hak, dana otsus ada
setelah Otsus, dana itu untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan atau guna
pemanfaatan yang dapat mengangkat orang Papua menjadi lebih baik,” kata
Yusak Reba, Direktur Institute for Civil Strengthening, Sabtu.
Menurut dia, penggunaan dana tersebut rawan disalahgunakan. “Dari
temuan BPK, ternyata ada banyak kejanggalan dalam peruntukannya, dimana
dana untuk pembangunan infrastruktur dipakai untuk membeli jam dinding,”
ujarnya.
Dugaan penyimpangan dana Otsus tertuang dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan tahun anggaran 2002 hingga 2010.
Didalam laporan BPK nomor ; 01/HP/XIX/04/2011 tanggal 14 April 2011
itu, terdapat penyelesaian pekerjaan terlambat, namun tidak dikenakan
denda keterlambatan sebesar Rp17 miliar lebih. Ada pula temuan pengadaan
barang/jasa melalui dana Otsus pada enam pemerintah daerah di Papua dan
Papua Barat sebesar Rp326 miliar lebih.
Selain itu, penggunaan tidak tepat sasaran dengan peruntukan senilai
Rp248 miliar lebih, dan masih banyak lagi. “Ini sebenarnya melanggar
ketentuan dalam UU Otonomi Khusus, dana dibelanjakan namun tidak sesuai
peruntukan. Bisa juga ada wewenang yang menyimpang dari ketentuan
undang-undang,” kata Reba.
Ia berpendapat, terdapat unsur kesengajaan dari pemakaian anggaran
otsus. “Sebenarnya dana otsus harus diatur pelaksanaannya dalam
Perdasus, kalau tidak ada aturan yang melandasi, pemerintah dapat saja
sesuka hati membelanjakan,” pungkasnya. (JO/Jayapura)