Translate

Share

HN. Diberdayakan oleh Blogger.
 
Jumat, 29 November 2013

Green MP to support West Papuan flag raising at Parliament

1 komentar
- Here Published

Green MP to support West Papuan flag raising at Parliament

What: Raising of the West Papuan ‘Morning Star’ flag to support West Papuan independence

Where: Parliament forecourt

Who: Peace Movement Aotearoa, other NGOs and supporters of West Papua, and MPs including Catherine Delahunty, Green Party MP and International Parliamentarian for West Papua.

The Green Party will be supporting the annual flag raising in solidarity with West Papua at 1pm at Parliament on Monday December 2nd. This event is organised by Peace Movement Aotearoa every December in recognition of the anniversary of West Papuan independence.

West Papua has been occupied by Indonesia since 1969 and citizens who raise the ‘Morning Star’ flag can be imprisoned for up to 15 years.

"A number of MPs from several parties are members of International Parliamentarians for West Papua, and we are proud to support this event," said Green MP Catherine Delahunty.

“The West Papuan people live under a brutal occupation and are imprisoned, tortured and even killed simply for speaking out about independence. By raising the ‘Morning Star’ flag we are making a statement in support of their right to self-determination.

“John Key and Murray McCully need to stand up for West Papuan human rights, not to collude with Indonesian oppression for the sake of trade,” said Ms Delahunty
Read more...
Minggu, 17 November 2013

Tindakan belum pernah terjadi sebelumnya: Islamis membakar Orang Kristen di Nigeria

18 komentar
Serangan terhadap warga Kristen di Nigeria terus selama seminggu terakhir dengan peningkatan kebrutalan. The menakutkan serangan Islamis 50 orang Kristen dibakar hidup-hidup.

Seperti disampaikan kepada media pekan lalu yang menewaskan lebih dari seratus orang dalam serangan di 12 desa di Negara Plateau Nigeria. Bertanggung jawab atas serangan kembali kelompok teroris Islamis Boko Haram.

Seperti dikonfirmasi oleh beberapa kantor berita, 50 orang Kristen, anggota Gereja Kristus, di desa setelah serangan MASEHE mencari perlindungan di rumah pendeta mereka, di mana mereka dibakar hidup-hidup.
"Lima puluh anggota gereja tewas dalam gedung gereja, di mana mereka bersembunyi. Mereka tewas bersama istri pendeta dan anak-anak, "kata Dakholom kencan, menteri dan Wakil Presiden Gereja Kristus di Nigeria.

"Nigeria adalah menjadi Kristen perancah baru. Boko Haram telah secara brutal membunuh ratusan orang Kristen, termasuk perempuan dan anak-anak, "kata Jerry Dajkst, oleh organisasi bantuan Amerika menganiaya orang Kristen" Pintu Terbuka "(Open Doors)," Tujuan mereka adalah untuk memerintah seluruh hukum Syariah Nigeria. "

Beberapa pejabat Nigeria percaya bahwa anggota suku Fulani Muslim, yang dihuni negara Plato, membantu Boko Haram-in dalam penganiayaan terhadap orang Kristen dan membangun dominasi Islam di negeri ini.

"Saya tidak percaya bahwa Boko Haram, entah dari mana, mereka menyerang desa-desa. Mereka tidak bisa melakukannya tanpa dukungan dan bantuan lokal, "kata Nigeria peradilan penasihat ÄŒukuvuma Innocent.

Warga Nigeria mengkritik sikap pasif pemerintah dan menyerukan komitmen yang lebih dalam perang melawan teroris Boko Haram.

Ajo Pastor Oritsejafor, presiden Asosiasi Kristen Nigeria, mendesak Komite Urusan Luar Negeri DPR Perwakilan Amerika Serikat untuk secara resmi mendeklarasikan Boko Haram organisasi teroris terhadap yang kami harus berjuang di tingkat internasional.

"Di Nigeria, ada ekstremis Muslim tertentu yang percaya bahwa Nigeria harus menjadi negara Islam, Boko Haram adalah tubuh yang memimpin sekelompok orang. Nigeria dibagi menjadi dua agama mayoritas, Kristen dan Islam, tidak mungkin untuk mengislamkan Nigeria, "kata pendeta
 
 
Read more...
Kamis, 14 November 2013

Milisi Bentukan NKRI Menyiksa 4 Aktifis KNPB Hingga Babak Belur

1 komentar
Milisi bentukan NKRI menyiksa 4 Aktifis KNPB di jayapura hingga  2 orang babak belur sampai  dilarikan ke rumah sakit sedangkan 2 oranglainya mengalami luka ringan di bagian tubuh korban. 

Mereka yang dilarikan ke rumah sakit mengalami luka serius sampai mengeluarkan banyak darah bukan hanya itu saya namun atas penyiksaan tersebut membuat 2 orang korban tulang  tengkorak kepalanya kelihatan mereka yang mengalami luka serius masing Naman Kogoya  27 tahun 46 jahitan sedangkan Tines Tabuni 25 Tahun 18 jahitan bukan hanya itu namun mereka juga megeluarkan darah banyak sehingga sementara sedang di rawat di rumah sakit abe .
 
Kejadian berawal pada hari Rabu tanggal 13 November 2013. pukul 19.30 WPB Tempat kejadian tersebut di jalan Raya Abe Sentani di dekat Danau Sentani tepat di jembatan 2 dekat salah satu perkampungan perbatasan Kota Jayapura dan Kabupaten jayapura. Pada awalnya para 4 korban menggunakan sebuah mobil Avanza dari jayapura menuju sentani untuk membagi undangan kepada orang tua di wilayah sentani, dalam perjalan itu mereka dihadang dengan sejumlah orang yang berada di tempat kejadian, mengkunakan balok mereka memecakan mobil kaca atau kaca spion.
 
Kemudian salah satu korban yang berada dalam mobil atas nama Tines Tabuni turun dari mobil disusul 2 orang lainya masing-masing Lewa dan Naman Kogoya, setelah itu mereka menayakan pelaku, kenapa kamu kasi peca kaca mobil mereka namun salah satu dari pelaku sedang mengonsumsi minuman keras datang tiba-tiba dari belakang langsung memukul Tines dan naman menkunakan balong, dengan alasan bahwa mereka ini aktivis Papua Merdeka, semua Orang yang berada di Tempat kejadian tersebut langsung mengoroyok ke 3 korban sampai Babak belur.
 
Pada saat mereka memukul korban sempat mengeluarkan kata-kata ancaman seperti,  bunuh mereka itu, mereka adalah Aktifis Papua merdeka, Yang melawan dan bikin kacau kota ini, mereka juga sempat katakana bahwa Mereka Ini anggota KNPB  katanya. Lalu semua rame-rame pukul ke 3 korban, sedangkan salah salah satu korban Atas Nama Edi Wenda  Menghindar Untuk menyelamatkan mobil avanza mereka tumpangi namun sekelompok masa tersebut langsung palang dan menghancurkan mobil tersebut sehingga mobil rusak para .Berikut nama-nama korban 1.  Tines Tabuni 2. Naman Kogoya 3. Edy Wenda 4 Lewa Wandikbo, 1 mobil Avanza Rusak para.
 
Setelah kejadian itu berlangsung selama 2 jam para anggota polisi datang mengamankan lalu menahan 3 pelaku, kemudian pihak keluarga korban datang di tempat kejadian untuk melihat korban namun karena polisi lebih awal berada di tempat kejadian mengarahkan langsung ke polsek kampung harapan kabupaten Jayapura, namun karena sudah larut malam sehingga penyelesaianya di tunda sampai esok hari Kamis tanggal 14 november 2013 ( hari ini ) jam 10 di polsek yang sama sehingga saat ini Pengurus KNPB bersama keluarga pergi kesana untuk menanyakan kejadian tersebut karena hal ini terjadi keterlibatan Pihak ketiga Lempar Batu sembunyi tangan.
 
Milisi yang dibentuk oleh NKRI untuk mengadu domba orang papua kini mulain menunyukan giginya, dengan bebagai kegeiatan di lakukan oleh kelompok merah puti ini, hal ini mulai terlihat pertama kali dimana pada saat mahasiswa  yang tergabung dalam GEMPAR melakukan aksi demo Tolak Otsus Plus di kantor Gubernur, namun Para oraganisasi Buatan NKRI atau milisi ini difasilitasi oleh Polda Pangdam Dan Kapolda Papua datang di Kantor Gubernur Lalu Menhalau Aksi mahasiaswa atau Mengancam Membubarkan Aksi demo Mahasiswa tersebut, namun Para kordinator Aksi mengetahui ancaman konflik adu domba tersebut sehingga masa aksi tidak masuk di Halaman Kantor Gubernur karena masa yang digerakan oleh POLDA PANGDAM dan Gubernur Lukas Enembe di fasilitasi peralatan Lengkap Seperti Parang pistol kartapel dan mereka juga membayar per orang 1.000.000;
 
Milisi yang dibentuk oleh NKRI dipapua bukan hanya wacana dan opini public namun benar-benar menunjukan eksitenyasianya dengan berbagai kegiatan yang berlangsung di papua pada umumnya dan lebih khusus di jayapura mulai kelihatan. 
 
Keberadaan milisi di papua mengacam dan mengadu-domba orang asli papua. Milisi yang dibentuk terdiri dari beberapa organisi yang dibentuk oleh TNI/POLRI seperti Barisan Merah Puti, (BMP) Lembaga Masyarakat Rebuplik Indonesia (LMRI) dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) organisassi-organisi ini dibekap langsung oleh pemerintah.
 
Perekrutan anggota dilakuakan dari berbagai kolongan baik kepala-kepala suku sampai dengan masyarakat umum, setiap kampong berjumlah 50 sampai 100 orang per/ kampung atau RT/RW, sejumlah anggota LMRI BMP dan LMAdibiayai oleh TNI/POLRi bakan Juga dikaji oleh pemerintah Pusat dan pemerintah dan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten kota di papua. Bukan hanya dikaji namun mereka difasilitasi dengan peralatan seperti pistol dan pisok sangkur, dan mereka memiliki sekertariat permanen lalu selalu melakukan pertemuan-pertemuan rutin.
 
Aktifitas mereka setiap hari adalah mereka mengawasi setiap aktifis Papua merdeka dan seluruh Pejuang Papua, bahkan mengawasi setiap aktifitas perjuagan.
 
Selain itu mereka menjadi informen dipasang di setiap kampung, asrama-asrama, di kantor-kantor serta di kampus-kampus, dan mereka selalu mengintimindasi dan baku pukul dengan setiap aktifis sampai baku bensi-internal orang papua, dan hal akan berpotensi melahirkan konflik horizontal. ( nesta,ngss)
 
Laporan: Nerta Gimbal
 
Photo Korban:
 






Read more...
Selasa, 12 November 2013

Summary : Freedom of expression stifled in Papua: Activists and NGO's

0 komentar
Photo Deceased Autonomy, Papua Special Autonomy Rejection
Papua,-- The Papuan Coalition of Civil Society Upholding Law and Human Rights has accused the authorities of stifling freedom of expression in Papua.

"Demonstration as an expression of opinion in Papua has been muzzled. People assembling in a place are even arrested let alone staging a demonstration. That is what has happened in the past several months in Sorong, West Papua, and now in Jayapura," Ferry Marisan, a member of the coalition, told reporters in Jayapura on Tuesday as quoted by Antara news agency.

Ferry was referring to the arrest last week of a number of students demonstrating to reject a draft law on special autonomy at the complex of the Papuan People Assembly (Majelis Rakyat Papua) and at the campus of Cenderawasih University.Olga Helena Hamadi from Papua Kontras, an NGO concerned mainly on the disappearance of activists, said lately police in Papua had become more repressive instead of persuasive.

 

Police meet Cendrawasih student rally with force

The police forcibly dispersed a student mass rally held in front of Cendrawasih University campus in Waena, Jayapura, Papua province, on Wednesday.

The decision was made after the rally blocked off the only access route into the campus, thus disrupting studying activities.

The police arrested Buchtar Tabuni, former head of the West Papua National Committee, who was spotted at the rally.

Orginal News: The Jakarta Post News

Students stage rally to protest Papua autonomy plus draft 

Dozens of Cendrawasih University students staged a mass rally to protest the Papua autonomy plus draft currently being considered by the provincial administration. The students argued that the draft didn't take into account the interests of the people.

“The draft accommodates only the interests of the elite. The people have been left out of the deliberations, therefore we demand they be halted,” rally coordinator Alfa Rohromana said on Tuesday.

Commenting on the draft, Rev. Benny Giay from the Kingmi Kemah Injili Church, who was also on site, said none of the government’s initiatives on Papua had sought to include the public in the dialogue process.

More Orginal News: The Jakarta Post

 NGOs describe tight muzzling of expression in West Papua

The Papuan Coalition of Civil Society Upholding Law and Human Rights has accused Indonesian authorities of stifling freedom of expression in West Papua.

The Jakarta Post reports that a coalition member, Ferry Marisan, says that events in recent months show that in West Papua the demonstration as an expression of opinion has been strictly muzzled.

This follows the arrests last week of dozens of students demonstrating against a draft law on special autonomy at the Papuan People Assembly as well as the campus of Cenderawasih University in Jayapura

Mr Marisan says repression by authorities of freedom of expression is a continuation of the old policy in Indonesia under the former dictator, President Suharto.
 
More Orginal Nesw: Radio New Zeland Internasional

Read more...

Summary : Freedom of expression stifled in Papua: Activists and NGO's

0 komentar
Photo Deceased Autonomy, Papua Special Autonomy Rejection
Papua,-- The Papuan Coalition of Civil Society Upholding Law and Human Rights has accused the authorities of stifling freedom of expression in Papua.

"Demonstration as an expression of opinion in Papua has been muzzled. People assembling in a place are even arrested let alone staging a demonstration. That is what has happened in the past several months in Sorong, West Papua, and now in Jayapura," Ferry Marisan, a member of the coalition, told reporters in Jayapura on Tuesday as quoted by Antara news agency.

Ferry was referring to the arrest last week of a number of students demonstrating to reject a draft law on special autonomy at the complex of the Papuan People Assembly (Majelis Rakyat Papua) and at the campus of Cenderawasih University.Olga Helena Hamadi from Papua Kontras, an NGO concerned mainly on the disappearance of activists, said lately police in Papua had become more repressive instead of persuasive.

 

Police meet Cendrawasih student rally with force

The police forcibly dispersed a student mass rally held in front of Cendrawasih University campus in Waena, Jayapura, Papua province, on Wednesday.

The decision was made after the rally blocked off the only access route into the campus, thus disrupting studying activities.

The police arrested Buchtar Tabuni, former head of the West Papua National Committee, who was spotted at the rally.

Orginal News: The Jakarta Post News

Students stage rally to protest Papua autonomy plus draft 

Dozens of Cendrawasih University students staged a mass rally to protest the Papua autonomy plus draft currently being considered by the provincial administration. The students argued that the draft didn't take into account the interests of the people.

“The draft accommodates only the interests of the elite. The people have been left out of the deliberations, therefore we demand they be halted,” rally coordinator Alfa Rohromana said on Tuesday.

Commenting on the draft, Rev. Benny Giay from the Kingmi Kemah Injili Church, who was also on site, said none of the government’s initiatives on Papua had sought to include the public in the dialogue process.

More Orginal News: The Jakarta Post

 NGOs describe tight muzzling of expression in West Papua

The Papuan Coalition of Civil Society Upholding Law and Human Rights has accused Indonesian authorities of stifling freedom of expression in West Papua.

The Jakarta Post reports that a coalition member, Ferry Marisan, says that events in recent months show that in West Papua the demonstration as an expression of opinion has been strictly muzzled.

This follows the arrests last week of dozens of students demonstrating against a draft law on special autonomy at the Papuan People Assembly as well as the campus of Cenderawasih University in Jayapura

Mr Marisan says repression by authorities of freedom of expression is a continuation of the old policy in Indonesia under the former dictator, President Suharto.
 
More Orginal Nesw: Radio New Zeland Internasional

Read more...
Minggu, 10 November 2013

Benny Giay : People Do not Ask Papua Special Autonomy Plus , But Political Dialogue

0 komentar
Papuan Protest
Chairman of the Synod of the Church of the Gospel Tent ( Kingmi ) in Papua Pdt . Dr. . Benny Giay said , people do not meinta Papua Special Autonomy Bill PP and Plus but peaceful dialogue .

He considered , Jakarta misconstrue the problems that occurred in Papua by providing PP and Autonomy Bill Plus or UP4B .


" Government Bill and the Papua Special Autonomy Plus itukan copy paste . I ask the government ; governor , MRP and Jakarta must repent and return to the right path in dealing with the problems that exist in Papua , ' he said in Abepura , Jayapura , Saturday ( 9/11 ) .


Cenderawasih University ( Uncen ) , he said , should perform studies and analyzes are neutral , not likely to seek out projects from the last government made ​​a unilateral analysis for the interests of the ruler .


" We know it's Papua region is an area of conflict to manage bill PP and Autonomy Plus it must involve masyarakaat , governments , students and some leaders in Papua , not arbitrarily made ​​the unilateral legislation like that, " he said again .


Alluding to a number of elements Youth Student Movement and the People of Papua ( Uproar ) were arrested while protesting the draft Regulation and Autonomy Plus last week , he asked the authorities to release them .


" They talk about the people and their interests are not actually anarchists officials should know that. The country is a democracy , everyone is entitled to his opinion , " he said
Read more...

Di Papua, Pemekaran Kabupaten Merupakan Impian Para Koruptor

0 komentar
Photo Ilustrasi
WAMENA - Papua - PEMEKARAN Kabupaten di Papua yang saat ini ramai dibicarakan boleh dikatakan merupakan keinginan para koruptor. Tujuan mereka tidak lain adalah mencuri uang rakyat di kabupaten baru hasil pemekaran. Makanya, berbagai retorika dimunculkan untuk mendapat simpati rakyat agar pemekaran kabupaten bisa sukses. Beberapa kabupaten baru yang sedang digarap saat ini antara lain Kabupaten Muyu, Yalimo, Lanni Jaya, Mamberamo Tengah, Nduga, Grime Nawa, Ilaga dan Awyu Raya.

Salah satu alasan yang banyak digembor-gemborkan para promotor pemekaran adalah untuk memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat setempat. Tetapi, alasan ini terbukti tidak benar.  Berdasarkan kenyataan yang ada, kehidupan rakyat Papua semakin terpuruk justru setelah pemekaran kabupaten.

Meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan, biaya kesehatan, biaya transportasi, parahnya infrastruktur, suburnya sukuisme dan hengkangnya kaum pribumi dari pusat-pusat kota menuju pinggiran kota sebagai konsekuensi logis dari arus masuk kaum pendatang yang tak terbendung bisa dijadikan ukuran ketidaksuksesan pemekaran kabupaten dan malapetaka yang ditimbulkannya.

Maka, pemekaran kabupaten di Papua sejatinya tidak bertujuan untuk memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat setempat. Tujuan sejatinya adalah memperpendek rentang kendali peluang korupsi. Mereka yang tangannya tidak menyentuh uang rakyat karena tidak punya akses ke pemerintahan terpaksa menempuh cara ini untuk memenuhi tujuan jahatnya.

Anehnya, rakyat pribumi Papua yang melarat setelah pemekaran inilah yang selalu dimobilisasi oleh segelintir pejabat dan mahasiswa pribumi yang haus kekuasaan. Mereka berkali-kali ditampilkan di media massa dan menyatakan bahwa pemekaran adalah aspirasi kami yang murni.

Padahal, ketika diajak demonstrasi mendukung pemekaran kabupaten, kebanyakan dari mereka berteriak dalam keadaan lapar. Atau, setelah berdemonstrasi, mereka masih kesulitan mencari biaya pengobatan anaknya yang menderita  busung lapar. Penderitaan mereka adalah akibat langsung dari pemekaran kabupaten.

Memang, pemekaran kabupaten merupakan kebijakan Jakarta untuk memecah kekuatan rakyat yang menuntut kemerdekaan Papua setelah kejatuhan diktator Soeharto (bukan Orde Baru). Makanya, setelah pemekaran, kesejahteraan rakyat pribumi sulit dicapai. Yang tercapai adalah lemahnya gerakan kemerdekaan Papua yang diiringi dengan kelahiran koruptor di mana-mana.

Jika ditelusuri secara seksama,  rakyat pribumi yang dimobilisasi saat ini untuk mendukung ide pemekaran kabupaten adalah mereka yang dulu pernah dimobilisasi untuk tujuan serupa. Setelah pemekaran kabupaten tahap pertama sukses dalam tahun 2003 lalu, kini rakyat yang sama dimobilisasi untuk kedua kalinya.

Hampir di setiap kabupaten induk maupun pemekaran, mereka yang memobilisasi rakyat untuk pemekaran kabupaten saat ini adalah sekelompok orang yang tidak mendapat posisi penting (atau sama sekali non-job) di pemerintahan setempat. Makanya, tangan mereka memang tidak akan menyentuh uang rakyat untuk selama-lamanya.

Karena tidak kuat menahan "Dahaga Korupsi" sementara mereka tidak mampu menyingkirkan pejabat korup dari kursinya, satu-satunya cara yang ditempuh adalah memobilisasi rakyat untuk membentuk kabupaten baru. Kabupaten baru adalah satu-satunya "Sumur"  yang dana operasional dari Otonomi Khusus maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya bisa menjadi "Air" yang akan memuaskan  "Dahaga Korupsi" mereka.

Dalam aksinya, mereka rupanya tidak mengalami kesulitan karena selain tingkat pendidikan mereka yang minim, rakyat pribumi ini sudah cukup menderita akibat ulah para anggota DPRD yang mereka pilih dalam Pemilu Legislatif 2004 maupun para Bupati dan Wabup yang mereka pilih secara langsung.

Saat berkampanye,  berbagai janji muluk diteriakkan untuk mendapat dukungan suara. Setelah terpilih, mereka menguras uang rakyat layaknya uang pribadi. Mereka merasa bangga ketika berkeliaran di tengah-tengah rakyat dengan mobil yang dibeli dengan uang korupsi. Anak-anak mereka pun merasa bangga ketika berfoya-foya dengan uang hasil korupsi ayahnya.

Lebih parah lagi, mereka paling senang memamerkan barang-barang mewah hasil korupsi di depan orang-orang yang pernah mendukung mereka saat Pemilu atau Pilkada, seolah-olah ingin mengatakan : "suara yang kalian berikan dalam Pemilu dan Pilkada lalu itu hasilnya cuma ini, tolong berikan suara anda dalam Pemilu atau Pilkada berikutnya."

Orang Papua yang karakternya sebagai manusia sejati telah hancur berkeping-keping karena dijajah berbagai bangsa asing selama ratusan tahun terbukti menemui kesejatian dirinya dengan cara biadab ini. Setiap orang ingin menjadi pejabat yang sukses dan kesuksesan mereka diukur dengan suksesnya penipuan mereka terhadap rakyat sendiri dan kesuksesan menjarah uang rakyat tanpa tersentuh hukum.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia perwakilan Papua di Jayapura tentang korupsi yang mereka praktekkan sudah pada tingkat kronis dan pengadilan rakyat patut diterapkan untuk mengadili mereka seandainya aparat penegak hukum negara ini tidak serius meringkus mereka.

Berdasarkan hasil temuan BPK, diketahui bahwa semua kabupaten pemekaran dan kabupaten induk di Papua merupakan lahan subur bagi berkembangnya kejahatan berlabel "tikus-uang" ini. Laporan-laporan terakhir lembaga ini menyebutkan, Ratusan Milyar Rupiah milik rakyat miskin di Papua berhasil dikuras pencuri yang setiap saat mengaku peduli dengan rakyatnya.

Pencuri-pencuri itu tidak lain adalah para anggota DPRD, Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Kontraktor dan orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan. Tidak ketinggalan pula anak-istri, kerabat dan kenalan mereka. Parahnya, dana-dana yang dikuras sebagian besar berasal dari pos-pos vital yang menjadi program prioritas sebagaimana diamanatkan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yakni pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur.

Sekedar contoh, mengacu pada laporan BPK untuk Tahun Anggaran (TA) 2004 dan TA 2005, pengeluaran di luar penghasilan pimpinan dan anggota DPRD (dana operasional, kelancaran tugas dan uang sidang) yang jelas-jelas merugikan rakyat adalah sebesar Rp. 2,56 Milyar (Kab. Tolikara), Rp. 1,51 Milyar (Kab. Mappi), Rp. 1,50 Milyar (Kab. Boven Digoel), Rp. 4,56 Milyar (Kab. Nabire) dan Rp. 1,86 Milyar (Kab. Keerom).

Sampai dengan akhir TA 2005, laporan BPK tentang uang rakyat yang dicuri telah menembus angka Rp. 550, 13 Milyar. Angka yang abnormal ini merupakan kejahatan  para anggota DPRD, Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Kontraktor dan orang dekat plus anak-istri mereka di kabupaten-kabupaten yang telah disebutkan diatas dan beberapa kabupaten pemekaran dan kabupaten induk lainnya di Provinsi Papua.

Longgarnya pengawasan berbagai instansi terkait, lemahnya elemen penegak hukum, kebijakan "tebang pilih" yang menjadi ciri khas Rezim SBY-JK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia dan gertak-sambal para koruptor bahwa mereka akan mendukung gerakan kemerdekaan Papua sekiranya mereka diseret ke Pengadilan turut menjadi pemicu suburnya praktek korupsi.

Memang, pemekaran kabupaten merupakan impian para koruptor di Papua. Tetapi, rakyat pribumi-lah yang selalu dimobilisasi untuk tujuan busuk mereka, tentu saja dengan mengedepankan berbagai isu yang bisa membuat rakyat pribumi tertipu dan memberikan dukungan secara membabibuta. Oleh karenanya, stigma bahwa "Bangsa Papua adalah bangsa yang diciptakan Tuhan khusus untuk ditipu, dicongar dan diadudomba", mungkin bisa ada benarnya.


 
Read more...
Sabtu, 09 November 2013

Kantor OPM Dimana-mana, Diplomat Indonesia Kalah dari Aktivis Papua

1 komentar
Papua,-- Untuk terus menyuarakan perjuangan Papua merdeka dan menggalang dukungan dari individu, kelompok maupun negara resmi, aktivis Beny Wenda gencar membuka kantor perwakilan (kantor cabang-red) di beberapa negara, mulai dari daratan Eropa, Australia, Asia, sampai kawasan Pasifik.

Sebagaimana dilansir tabloidjubi.com, Rabu (6/11) kemarin, kembali lagi Benny Wenda meresmikan kantor perwakilan Free West Papua Campaign (FWPC) atau kantor Kampanye Pembebasan Papua Barat di Papua Neuw Guinea (PNG).

Kegiatan Kampanye yang dinamakan “Sorong to Samarai” itu digelar bersama Partners with Melanesian,  secara resmi dilaunching di Conference Room, Hohola Industrial Center, Port Moresby, PNG.

“Bersama launching kampanye ini, juga diresmikan kantor pusat Pembebasan Papua Barat di Port Moresby. Kegiatan lainnya dalam launching ini adalah Kuliah umum dan lokakarya tentang Papua Barat serta pertemuan dengan anggota parlemen Papua Nugini dan pejabat publik yang dimaksudkan untuk melobi anggota parlemen nasional PNG bergabung dalam Parlemen Internasional untuk Papua Barat.” kata Fred Mambrasar, juru bicara kampanye, melalui handphone sebagaimana dirilis Jubi (6/11).

Benny Wenda dalam konferensi pers usai launching di kantor Partners with Melanesian (5/11) mengatakan ia akan memobilisasi warga PNG dan Politisi PNG untuk mendukung kampanye yang sedang dijalankan ini. Ia mengangkat isu populasi rakyat Papua Barat yang mengalami penurunan.

“PNG dan Papua Barat lama memiliki satu tanah tanpa batas kolonial dan memiliki populasi sebesar. Namun, saat ini populasi rakyat Papua Barat secara drastis menurun sementara PNG meningkat.” kata Benny Wenda.

Sedangkan Tony Fofoe, juru kampanye Papua Merdeka di PNG, meminta pemerintah PNG untuk memberikan dukungan penuh kepada Papua Barat untuk menjadi anggota penuh dari kelompok ujung tombak Melanesia (MSG).

“Kantor West Papua di PNG ini akan membantu dalam menciptakan kesadaran dan mendidik Papua Nugini yang masih membantah beberapa hak yang paling dasar atas penderitaan masyarakat Melanesia di Papua Barat. Pemerintah PNG kami minta untuk memberikan dukungan pada Papua Barat menjadi anggota penuh MSG.” kata Fofoe.

Sebelumnya , kantor perwakilan Papua Merdeka secara resmi dibuka di Oxford, Inggris pada 28 April lalu, yang dihadiri (Plt) Walikota Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith, dan mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin.

Andrew Smith dalam kesempatan tersebut, menegaskan kembali komitmennya untuk terus membantu Papua melalui Parlemen Internasional Untuk Papua yang telah dibentuk dua tahun lalu.

Pihak Inggris, melalui Kedutaan Besarnya di Indonesia sudah menyatakan bahwa dibukanya kantor perwakilan OPM di Oxford, tak bisa dilihat sebagai cerminan sikap Inggris. Pemerintah Inggris juga tak bisa mengarahkan Dewan Kota Oxford yang mengijinkan berdirinya kantor tersebut di Oxford, Inggris.

Pembukaan Kantor Free West Papua Campaign (FWPC) juga dilakukan Benny Wenda pada 15 Agustus lalu di Den Haag.

Oridek Ap selaku koordinator ketika itu menyampaikan bahwa pembukaan kantor ini untuk menjelaskan kepada Pemerintah Belanda bahwa mereka telah diam dan bersembunyi selama bertahun-tahun.

Dalam wawancaranya dengan radio Selandia baru, Oridek Ap mengatakan kantor baru di Den Haag dibuka untuk mencari dukungan seluas – luasnya bagi kemerdekaan Papua.

“dukungan kami masih terus berkembang kita masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan karena jika Anda pergi keluar di jalan-jalan tidak ada yang tahu Papua Barat, kita perlu untuk menceritakan kisah dari awal. 
Jadi tugas kita untuk menginformasikan tentang sejarah kami, kisah Papua Barat. Itu, sebabnya mengapa kami pikir akan lebih efisien dengan membuka kantor sehingga orang akan tahu bahwa ada sebuah kantor di mana kita bisa memberikan orang untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang situasi di Papua Barat tentang mengapa orang-orang di Papua Barat sedang  berjuang untuk kebebasan”, jelas Oridek Ap ketika itu.

Selain kedua negara diatas, Benny Wenda juga telah mendirikan beberapa kantor perwakilan FWPC di beberapa negara lainnya seperti Australia, Vanuatu, dan yang terbaru kemarin adalah di PNG
 
Kutipan: Suluh Papua
Read more...
Jumat, 08 November 2013

State of the World's Minorities and Indigenous Peoples 2013 - Indonesia

0 komentar
 
Papua People
Indonesia, the world's largest Muslim-majority nation, is also an intensely diverse country whose citizens are drawn from an estimated 300 separate ethnic groups, speaking different languages and practising multiple religious faiths. While the country is often held up as a model of religious tolerance and democracy, alarming instances of intolerance, which sometimes spilled into violence, shows that the reality is far removed from the political platitudes.

There were numerous examples throughout the year. Members of Indonesia's Ahmadiyya community, a Muslim community branded heretics by religious conservatives, continued to face persecution. In April, members of fundamentalist group Islamic Defenders Front (FPI) attacked an Ahmadi mosque in Singaparna, West Java, according to the Asian Human Rights Commission (AHRC), which contends that police did little to stop the damage.

Indonesia's often heavy-handed crackdown on the movement for autonomy and self-governance in West Papua continued to have detrimental impacts on indigenous Papuans in the country's easternmost provinces.

In June, police shot and killed independence activist Mako Tabuni, whose death triggered angry demonstrations. Police claim the vice-chairman of the National Committee for West Papua (KNPB) violently resisted arrest, but activists and rights groups dispute this. Also that month, KNPB leader Buchtar Tabuni was arrested after police accused his organization of engaging in violence.

Throughout 2012, activists and rights groups accused police and military of employing intimidation tactics against activists, including arbitrary arrests, shootings and torture. In a June report, the Commission for Missing Persons and Victims of Violence (Kontras) outlined what it said was a drastic increase in reported torture incidents over the past 12 months, predominantly at the hands of police. The rights group said they had recorded 86 allegations of torture – triple the previous total. Roughly 40 per cent of reported victims were from the Papuan provinces.

The continuing conflict in West Papua is exacerbating what is already a worrying health situation for civilians. According to Indonesia's National AIDS Commission, AIDS prevalence rates are at least 15 times higher than the national average. This suggests a need to step up awareness and education efforts in high-risk areas. At a national level, heightened HIV infection rates are generally found in traditionally high-risk groups. However, in Papua, health professionals say the problem is more widespread across the general population.

 At the same time, NGOs, including those working in the health sector, say the authorities have made it increasingly difficult to work in the area, which suggests that West Papua's political stability will be an important determinant in changing health outcomes for minority groups.


Read more...
Rabu, 06 November 2013

Reject Autonomy Plus , Police Arrest Dozens of Papuan Students

0 komentar
Jayapura Thursday ( 7/11/13 ) , Jayapura Police arrested a number of student activists in front of the Papuan People's Assembly ( MRP ) King City Jayapura advanced staged rejection of Special Autonomy Plus .

Demonstration rejection of Special Autonomy Bill Plus Papua and West Papua held Student Executive Board ( BEM ) of the Faculty of Social Uncen , Uncen Engineering , Medicine Uncen , Umel Mandiri , STIKOM Muhammadiyah . They are members of the People's Youth and Student Movement ( Uproar ) Papua .

Student activists who were arrested were Jason Ngelia , Septi Meidoga , Samuel Womsiwor , Alfa Rohrohmana , Alparis Kapisa , Yali Wenda , Philip Ribahar , Aaron Rumbarar , Agus Rumaropen , Pepuho Claus , Abraham Demetou , Terryanus yando , and Paul Magai .

Currently , the activists secured in Jayapura City Police for questioning .

To majalahselangkah.com , one MRP members , James Dumupa said , legitimate aspirations delivered .

" Reject Autonomy Plus there is always the action . However , can come directly meet MRP , legislature , and governor . We will convey to the leadership and will then be submitted to the Governor and the other parties , " he said .

Meanwhile, the Honor Council MRP , Waine Francis said , " We were surprised by the ade - ade because there was no letter . We as parents have received and asked the police to deal with them in order to disperse. We talk to the police and to not hit others. MRP leaders are also not in place , so we just talked represent no mandate , " he said .

BEM members Stikom , Francis Takimai , said it continued action . He said he regrets the actions of the security forces are always brutal and repressive face of all the actions taken by the people of Papua .

"If our comrades were not released today , we will do the mobilization of the masses more and occupied the city of Jayapura , " he said .

Head of Ops Jayapura Police Station , Kiki Kurnia said , " This action does not have a permit , so korlapnya arrested . Upon inspection will be sent home . "

Known , the action of the students who accompanied the arrest of the action is the action continued in the office of the Governor of Papua and action pemalangan Uncen Campus


Read more...

Labels

 
HOLANDIA NEWS © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here