Godokan Otsus Plus tidak libatkan pemiliknya yakni rakyat papua, sekarang Felix, Enembe dan SBY akan bawa draf ini ke publik amerika, apa hubungannya dengan amerika, bukannya ini kepetingan rakyat papua?
Photo Protes rakyat papua Tolak Otsus |
Jakarta (Antara) - Kebijakan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Gubernur Papua Lukas Enembe tentang "Triple Track
Strategy" dengan Otonomi Khusus Plus untuk Papua disampaikan ke publik
Amerika Serikat dari berbagai kelompok strategis.
Kantor Staf Khusus Presiden dalam keterangan resmi yang diterima
Antara di Jakarta, Rabu, menyebutkan hal itu disampaikan oleh Staf
Khusus Presiden, Velix Vernando Wanggai, dan Kepala Biro Hubungan
Masyarakat dan Protokol Pemerintah Provinsi Papua, Fransiscus Xaverius
(FX) Mote, di Washington DC, AS, 9 Desember lalu.
Pada kesempatan tersebut, Frans Mote dan Velix Wanggai beserta
Asisten Staf Khusus Presiden yakni Moksen Sirfefa, Alex Kapisa, Profesor
Mas`ud Said, dan Sandra Erawanto, bertemu dengan Duta Besar Indonesia
untuk Amerika Serikat, Dr Dino Patti Djalal.
Setelah "policy briefing" tentang Papua di Kedutaan Indonesia
berakhir, Velix Wanggai dan FX Mote berdialog secara terbatas dengan
Edmund McWilliams, seorang mantan diplomat Amerika Serikat, yang saat
ini menjadi aktivis hak asasi manusia, termasuk aktif di West Papua
Advocacy Team (WPAT) dan the East Timor and Indonesia Action Network
(ETAN).
Selama ini, Ed McWilliams aktif menulis berita-berita Papua di
berbagai media internasional dari prespektif aktivis Barat. McWilliams
mengkritisi kebijakan transmigrasi, pembatasan jurnalis dan aktivis
asing ke Papua, kebebasan ekspresi, maupun kekerasan bagi aktivis Papua.
Merespons kritikan itu, Velix Wanggai menyampaikan telah banyak
perubahan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, termasuk Pemerintah
Provinsi Papua.
Di era demokrasi dan desentralisasi saat ini, negara menjamin
kebebasan rakyat untuk berpendapat, berorganisasi, dan berekspresi.
Kebebasan pasti kepastian tanggung jawab, tidak melanggar hukum, atau
tindakan kriminal.
Apalagi, dengan "payung hukum" Otonomi Khusus, maka Pemerintah
Provinsi Papua telah meninjau kebijakan transmigrasi, bahkan di tingkat
nasional, Kementerian Transmigrasi juga melakukan reorientasi dan
"refocusing" kebijakan transmigrasi.
Dalam serangkaian acara itu, Velix Wanggai menjelaskan "Triple Track
Strategy" yang menjadi desain besar kebijakan Presiden SBY dalam
mengelola Papua.
Pertama, kebijakan Papua Tanah Damai melalui langkah-langkah untuk mengakhiri konflik menuju Papua yang damai dan harmonis.
Kedua, kebijakan untuk rekonstruksi UU No. 21/2001 menuju Otonomi
Khusus yang diperluas atau plus (the expanded special autonomy).
Ketiga, kebijakan pembangunan yang komprehensif dan ekstensif untuk Papua.
Ketiga langkah itu menjadi kesepakatan penting dalam pertemuan
Presiden SBY dengan para pemimpin Papua, baik Gubernur Papua Lukas
Enembe, Wakil Gubernur Klemen Tinal, Ketua MRP Timotius Murib, dan Ketua
DPRP Yunus Wonda, di Kantor Presiden pada 29 April 2013.
Didampingi Velix Wanggai, FX Mote menyebut Pemda Papua sedang
intensif mendesain formula otonomi khusus yang diperluas atau plus.
Presiden SBY memberikan ruang bagi rakyat Papua untuk merumuskan
skenario kewenangan dalam payung otonomi khusus plus ini.
Harapannya, kewenangan yang luas ini menjadi fondasi bagi Papua Bangkit, Mandiri, dan Sejahtera.
Melengkapi pendekatan struktural ini, Pemerintah juga menerapkan
pendekatan kultural dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dihadapi dalam mengelola Papua.
Di akhir dialog, Duta Besar Indonesia, Dr Dino Patti Djalal,
menekankan bahwa saat ini hubungan Indonesia-Amerika Serikat sedang
berada pada titik yang sangat harmonis pascapenandatanganan Kemitraan
Komprehensif antara Indonesia-Amerika Serikat (Comprehensive Partnership
between Indonesia and The United States).
Pemerintah Amerika Serikat menganggap Indonesia sebagai contoh negara
yang berhasil mengelola transisi demokrasi, dan negara yang berhasil
menjalankan demokrasi, pembangunan, dan tradisi sosial-budaya secara
paralel.
Demikian pula, Pemerintahan Obama juga sangat menghormati kedaulatan nasional Indonesia, termasuk di Papua.
Velix Wanggai dan Frans Mote juga berdiskusi dengan Kathleen Rustici
dari lembaga think tank, Centre for Strategic and International Studies
(CSIS), dan Brian Kraft, peneliti politik dan demokrasi dari The George
Washington University.
Selain itu, acara diskusi "The Devolution of Authority: Managing Papua, Indonesia" digelar di USINDO Washington DC.
Perubahan Papua
Sejalan dengan pesan Velix Wanggai itu, Kepala Biro Humas dan
Protokol Pemda Papua, FX Mote menegaskan Gubernur Papua, Lukas Enembe,
dan didukung oleh Wagub Klemen Tinal beserta MRP dan DPRP sangat serius
untuk mewujudkan komitmen bagi perubahan Papua.
Dengan visi Papua Bangkit, Mandiri, dan Sejahtera, dalam Kasih
Menembus Perbedaan, Gubernur Papua Lukas Enembe meletakkan pondasi
penting dalam menata Papua.
Menurut FX Mote, dalam enam bulan pertama ini, Gubernur Enembe telah
melakukan terobosan strategis, seperti membangun komunikasi yang
intensif dengan pihak DPRP dan MRP, serta menyelesaikan kerangka
perencanaan pembangunan daerah, baik RPJP, RPJMD, dan RTRW Papua.
Selain itu, memperbaiki skenario alokasi dana Otonomi Khusus menjadi
20 persen untuk Provisi dan 80 persen untuk Kabupaten/Kota, menata
struktur birokrasi pemerintah provinsi, mengubah pendekatan program dan
proyek yang lebih berpihak ke rakyat, serta mengubah program kampund
dari RESPEK menjadi PROSPEK.
Masih sejalan dengan semangat perubahan itu, FX Mote menambahkan
bahwa Papua juga bertekad menjadi Tuan Rumah PON XX Tahun 2020.
Momen itu, katanya, penting di dalam memperkuat ikatan kebangsaan,
menciptakan bibit-bibit olahragawan, serta mempercepat pembangunan
wilayah.
Demikian pula, Velix Wanggai dan FX Mote menyampaikan ke Ed
McWilliams dari ETAN maupun peneliti dari CSIS bahwa mengelola Papua ini
tidak mudah, namun Presiden SBY maupun Gubernur Papua Enembe bertekad
meletakkan fondasi yang penting dengan menambah bobot, terobosan, nilai
tambah dalam payung otonomi khusus yang diperluas atau otonomi khusus
plus.
Pembobotan kewenangan bagi Papua ini berimplikasi bagi rekonstruksi
UU 21/2001, yang diharapkan dapat selesai pada akhir periode
kepemimpinan Presiden SBY.
Selain di Washington DC, Velix Wanggai dan FX Mote akan berdialog
dengan berbagai kelompok strategis dan kampus di Amerika Serikat di New
York, San Francisco, dan Los Angeles.(rr)