Oleh Sem Karoba, dkk.
Demokrasi Kesukuan: Gagasan Sistem Pemerintahan Masyarakat Adat Papua
|
Sem Karoba |
Saya mau sampaikan sebuah tawaran pada tingkat gagasan sebagai sebuah
wacana kepada umat manusia sebagai salah satu dari segenap komunitas
makhluk di muka bumi. Tujuannya agar kita lakukan re-orientasi paradigma
berpikir bahwa pemerintahan di dunia ini hanya dapat dijalankan oleh
manusia sendiri. Ini sebuah pemikiran yang salah secara hakiki, karena
terbukti semua makhluk di muka bumi dan setiap kelompok masyarakat
dimuka bumi memiliki sistem kepemerintahanya sendiri-sendiri, yang telah
berjalan sepanjang sejarah kehidupan di planet bumi.
Sudah banyak gagasan diajukan sehubungan dengan fenomena pemanasan
bumi dan perubahan iklim dunia, karena manusia merasa terancam akan
kehidupannya di muka bumi. Gagasan-gagasan seperti pembangunan
berkelanjutan diadvokasi aliran politik utama, sementara pembangunan
yang berwawasan lingkungan sosial dan alam diadvokasi politik pembaruan.
Lalu ada juga gagasan pengembangan ilmu dan teknologi yang berwawasan
lingkungan, misalnya biodiesel, solar dan wind energy, dan sebagainya.
Para aktor politik maupun ekonomi dunia sudah mulai memposisikan diri
dengan dalil menghadapi fenomena lingkungan alam yang mengancam
‘kehidupan’ manusia di muka bumi.
Yang jelas, Demokrasi Kesukuan tidak ditulis hanya karena ancaman bagi
manusia, tetapi lebih-lebih malapetakan yang telah menghantui
‘kehidupan’ segenap komunitas makhluk.
Menyangkut gagasan tentang ideologi politik, telah muncul Gerakan
Hijau (Green Politics) dan juga sebuah sains baru yang muncul yaitu
ecology dengan berbagai variasinya (seperti ecologisme,
environmentalistme, deep ecology, new age, dsb.). Juga sudah mulai ada
langkah-langkah manusia pada tingkat antar bangsa yang bermotto
menyelamatkan kehidupan di muka bumi, seperti misalnya Kyoto Protocol,
Earth Summit di Brazil, dan sebagainya.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah sistem kepemerintahan manusia
itulah yang telah menyebabkan petaka menimpa "kehidupan" segenap
komunitas makhluk di muka bumi. Menanggapi itu, alam sendiri sedang
dalam proses pra-peradilan untuk menegakkan supremasi Hukum Alam, yaitu
sesuai dengan hukum alam (hukum sebab-akibat, hukum aksi-reaksi, hukum
konsentrasi/ konsistensi, hukum keseimbangan dan hukum tantangan).
Manusia sudah berada di ambang pintu peradilan, yang harus membela
dirinya dengan hukumnya sediri, yaitu hukum pidana dan perdata dalam
konteks negara-bangsa (komunitas modern) dan hukum rasional, emosional,
biologis dan spiritual manusia.
Demokrasi Kesukuan digagas sebagai salah satu usaha dari satu
manusia yang hidup, bernalar, berperasaan dan memiliki kepekaan rohani
itu untuk menggugah hatinurani, roh, akal dan kehidupan manusia lain di
Indonesia terutama dan di muka bumi (nanti kalau diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris) dalam menanggapi dua masalah utama: (1) krisis
lingkungan hidup dan (2) momok kelangkaan yang disebabkan oleh masalah
sosial-politik, sosial-budaya, politik-ekonomi dan ‘–isme-isme’ (alias
ideologi atau iman) politik serta ‘–isation-sation’-nya (seperti
democratisation, modernisation, industrialisation, globalisation dan
lainnya).
Saya perlu tekankan, bahwa kalau seandainya gagasan ini diajukan
kepada masyarakat modern, maka saya tidak harus memulai mengulas evolusi
dan revolusi seperti dalam seri ini. Tetapi mengingat surat ini
dialamatkan kepada Masyarakat Adat, maka kita harus mulai dengan
menyajikan gambaran pemikiran dalam konteks sejarah evolusi
sosial-budaya, evolusi biologis dan tahapan pemikiran manusia tentang
dirinya dan alamnya dan revolusi-revolusi industri, sosial-politik dan
teknologi untuk meletakkan dasar-dasar bagi pemahaman saya sendiri dan
memperjelas alasan pengggagasan dalam menggagas Demokrasi Kesukuan.
Evolusi dan Revolusi.
Perubahan dan perkembangan yang telah terjadi dalam kehidupan
manusia selalu didorong oleh faktor evolusi dan revolusi. Keduanya
saling mempengaruhi. Ada evolusi yang mempengaruhi revolusi dan ada
revolusi yang memungkinkan evolusi. Pemikiran-pemikiran manusia lahir
dan berkembang pertama-tama terjadi sejalan dengan evolusi secara
biologis, sosio-budaya dan dalam interaksinya dengan penyebaran manusia
secara geografis. Setelah manusia ber-evolusi secara sempurna, maka
muncul pemikiran-pemikiran tentang dirinya dan dunianya.
Pemikiran-pemikiran itu menganalisis dan menjelaskan fenomena yang
berkembang masalalu, masakini dan bahkan masa depan, sekaligus
menjelaskan persoalan dan memetakan kemungkinan sebab dan jalan keluar.
Dalam proses itu kita kenal muncul pemikiran-pemikiran tentang kehidupan
sosial manusia, menyangkut kebaikan, kemajuan, persoalan-persoalan.
Pemikiran-pemikiran akali manusia menyangkut dirinya dan alamnya
tidak ber-evolusi saja, tetapi ia menjadi revolusioner, karena evolusi
pemikiran melahirkan perubahan-perubahan total, drastic dan
multidimensi. Revolusi-revolusi, mulai dari revolusi pemikiran atau
lazimnya disebut Rennaisance alias Pencerahan terjadi pertama di
Perancis lalu Inggris dan seantero Eropa, berimbas kepada revolusi
sosial-politik budaya di Eropa disusul berbagai belahan dunia, hingga
kepada revolusi mesin yang memacu revolusi-revolusi pendahulu dan
pengikutnya begitu cepatnya.
Demokrasi pada mulnya ber-evolusi dari keluarga, marga, suku, kota.
Kemudian, dengan revolusi-revolusi tadi, sejalan dengan revolusi
politik, maka mengalami revolusi system pemerintahan, yang mendorong
demokrasi harus dipaketkan menjadi sebuah bingkisan buat revolusi
politik yang sedang berlangsung.
Salah satu dari berbagai persoalan yang menelan banyak tenaga, daya,
dana dan bahkan nyawa manusia dalam evolusi dan revolusi itu adalah
persoalan tirani atau belenggu: belenggu kekuasaan, belenggu penindasan,
belenggu penjajahan. Tirani-tirani itu diletakkan manusia yang satu
dalam rangka memberdaya dan menguasai manusia lainnya.
- Tirai teokrasi dan otokrasi adalah ketaatan membabi-buta demi kebebasan dari belenggu dosa;
- Tirai kekuasaan negara adalah kepatuhan demi keamanan, ketertiban, politik dan ideologis.
- Tirai multinasional sekarang yang paling mantap adalah “demokrasi.”
Mereka melahirkan kekuasaan arogan yang diktatorial, dominan dan
aggressiv. Inilah tirani demokrasi buat umat manusia: Anda dan saya.
- Maka, kalau Pencerahan dipelopori untuk melepaskan diri dari tirani kekuasaan, dan
- Globalisasi ditopang agar membatasi tirani kekuasaan negara;
- Maka, Demokrasi Kesukuan digagas untuk membebaskan Masyarakat Adat
dan ‘kehidupan’ segenap komunitas makhluk dari tirani demokrasi.
untuk pertama-tama membantu dalam meneropong wacana demokrasi dalam kacamata Masyarakat Adat mulai sejak sekarang.
Gagasan Demokrasi Kesukuan bukanlah sebuah gagasan revolusioner
tetapi ia berupa gagasan evolusioner, yaitu sebuah pengembangan dari
demokrasi modern yang ada, dikawinkan kembali dengan demokrasi yang
sudah ada di dalam Masyarakat Adat menanggapi fenomena kehidupan yang
menimpa manusia dan kehidupan masakini.
Dengan kata lain, gagasan Demokrasi Kesukuan disampaikan sebagai
salah satu dari proses evolusi pemikiran manusia, khususnya menanggapi
fenomena lingkungan sosial dan lingkungan alam yang melanda peri
kehiudupan Masyarakat Adat di era pascamodern. Ia dapat saja melahirkan
revolusi Masyarakat Adat di era pascamodern ini menuju Masyarakat Adat
pascamodern yang mapan dan mandiri. Tetapi ia juga berpeluang dicap
sebagai sebuah upaya revitalisasi adat oleh kaum aliran utama
(‘mainstream’). Apapun yang terjadi, itu terletak kepada sejarah manusia
itu sendiri. Yang terpenting adalah paling tidak sudah ada suara yang
pernah disampaikan bagi Masyarakat Adat di Papua Barat untuk berbenah
diri sejak dini menuju globalisasi multidimensi yang sudah melanda
kehidupan ini, yang ditampar oleh momok kelangkaan, krisis lingkungan
hidup (sosial dan alam).
Kerinduan saya hanya satu, yaitu agar Masyarakat Adat di Papua Barat
memahami dari mana datangnya, di mana adanya dan ke mana gerangan
perginya “adil-makmur”, “pembangunan”, “modernisasi”, “kemajuan” dan
berbagai wacana masyarakat modern yang dibungkus dalam injil Demokrasi
yang telah cukup membisukan telinga kita, menyilaukan mata kita dan
memualkan perut kita itu.
Maka tentu saja tulisan ini tidak cocok bagi kaum akademisi bersama
mahasiswa mereka, karena ia bukan sebuah teori untuk diulas. Tetapi
hanyalah cerita ulang riwayat demokrasi dari awal pemikiran manusia
sampai masakini dan apa yang bakalan terjadi di masa depan, agar jangan
sampai Masyarakat Adat terjerumus ke dalamnya, dan juga lebih penting
lagi jangan sampai kita ketinggalan kereta globalisasi yang sudah melaju
itu.
Perlu saya sampaikan di sini, bahwa tulisan-tulisan saya selalu
berusaha menyederhanakan pemikiran dan bahasa sehingga para Kepala Suku
dan Masyarakat Adat di Papua Barat memahami apa yang sedang terjadi di
dunia ini. Oleh karena itu,
Kalau Anda punya saran dan kritik, silahkan
menyurat ke: koteka@melanesianews.org atau sampaikan kepada para tokoh
Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka) di mana Anda berada.